Perpanjangan waktu Stay at Home yang dikeluarkan membuat anak-anak berteriak. Teriakan itu bukan karena senang, tapi teriakan itu karena tumpahan rasa kesal mereka. Mereka sudah terlalu lama di penjara. Semua itu karena Corona.

"Gabut ih!"

Anak gadisku berteriak sambil berlari ke kamarnya.

Aku yang sedang membungkus paket buku Yuk , Meong Rame-Rame dan buku ABK jadi terkejut.

"Kakak kenapa? Kesal lagi ya dengan hp nya?"

Kakak tidak menjawab. Terdengar lirih suara tangis di kamarnya.

Sudah beberapa minggu ini dia kesal dengan gawainya. Gawainya itu acap kali mati. Mungkin minta di lem biru. Dengan kondisi begini aku belum bisa membelikannya. Terkadang untuk menjaga hatinya aku sering mengalah. Aku biarkan Kakak memainkan gawaiku sepuasnya.

"Kakak. Sudah atuh jangan nangis terus. Mamah jadi pusing ini. Kalau ada rezeki lebih dan suasana sudah aman, nanti kita beli hp ya?. Lebih baik sekarang Kakak bantuin Mamah bungkusin paket. Yuk."

Kakak masih belum mau beranjak dari tempat tidurnya. Mungkin Kakak masih kesal. Akhirnya aku membiarkannya sendiri.

Tak berapa lama Kakak menghampiriku. Aku peluk Kakak. Biasanya dengan cara begitu Kakak akan lebih tenang dan terobati hatinya. Kemudian tanpa diperintah Kakak mulai membantuku membungkus paket.

"Nah lebih baik Kakak bantuin Mamah, jadi ga gabut lagi."

Kakak mulai asyik dengan kegiatan barunya. Sampai-sampai setengah pekerjaan itu Kakak sendiri yang membereskannya.

"Terimakasih ya Kak. Semoga Allah kasih rezeki buat Kakak, biar bisa beli hp. Aamiin..."